Perlunya Pendidikan Berbasis
Akhlak
Oleh : Kosdara| 5 Juni 2012
KabarIndonesia - Batin kita terkadang dibuat miris dan menangis oleh realitas yang seringkali tersaji di hadapan mata. Banyak tindakan kriminal seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pencurian, penganiayaan, pergaulan bebas, perkelahian antar pelajar,pelecehan sexual,pembunuhan dan lain-lainnya layaknya sebuah rutinitas keseharian, yang justru dilakukan oleh mereka yang masih berstatus sebagai pelajar.
Kalau sudah demikian, lantas apa kabarnya sejumlah silabus dan materi pengajaran yang diajarkan kepada pelajar kita itu ketika semua yang terjadi adalah kontra produktif dengan apa yang diajarkan kepada mereka. Seorang pelajar dari mulai tingkat dasar sampai lanjutan atas tentu mendapatkan sejumlah pengajaran saat mengikuti aktivitas pendidikannya di kelas atau sekolah tempat mereka menuntut ilmu. Sejatinya mereka adalah seorang yang terpelajar atau setidaknya sedang dididik untuk menjadi insan yang terpelajar. Mereka mendapatkan sejumlah pengajaran, mulai dari ilmu pengetahuan, kepribadian, keterampilan bahkan sampai pelajaran tentang norma susila dan moralitas. Namun, semua yang telah diajarkan tidak menunjukkan realitas yang seharusnya justru menunjukkan realitas yang sebaliknya. Para guru mendidik mereka untuk saling tenggang rasa dan sayang menyanyangi antar sesama, namun yang dipraktekkan adalah saling menyakiti dan menciderai satu sama lain lewat tawuran atau tindak kekerasan lainnya. Mereka diajar untuk menjadi insan yang sehat dan berpikir jernih, namun ada dan banyak dari mereka yang gemar mengonsumsi narkoba dan minum-minuman keras yang sudah jelas-jelas merusak fisik dan mental dirinya. Memang pendidikan bukanlah segalanya tapi segalanya berasal dari pendidikan.
Realitas tersebut tentu membuat kita sebagai seorang pendidik jadi bertanya, sejauh mana keberhasilan kita dalam mendidik mereka untuk menjadi individu yang berkualitas dan bernilai bagi negara Indonesia ini?
Pendidikan dewasa ini, disadari atau tidak, diakui atau disangkal telah mengalami distorsi yang sudah berada pada titik pusat yang sangat mengkhawatirkan. Di satu sisi kita telah membuat kurikulum yang menurut pemikiran kita sangat diharapkan memiliki kehandalan dalam peningkatan intelektualitas. Namun di sisi lain, perilaku anak didik kita pada umumnya mengalami hal yang tidak menggembirakan bahkan kontra dari apa yang telah diharapkan. Kita melihat pendidikan atau pelajaran yang diajarkan di sekolah misalnya, tampaknya belum dapat menyentuh titik sentral dari moral, terlebih akhlak siswa. Pasalnya, pendidikan atau pelajaran yang diajarkan kepada mereka hanya sebatas pada nilai dan angka-angka, baik berupa hafalan, sejarah, rumus dan lain sebagainya.
Kurikulum pendidikan yang dirasa cukup berat sehingga membuat anak menjadi stres, juga perlu diperhatikan bahwa pada masa kini anak-anak kurang diberikan pendidikan akhlak yang kuat. Masalah kurikulum sudah pasti menjadi pekerjaan ruman (PR) besar buat pemerintah untuk benar-benar menciptakan formula pendidikan yang tepat buat generasi penerus bangsa tanpa harus kehilangan karakter akhlak yang baik. Sedangkan masalah pendidikan akhlak itu sendiri tidak lepas dari peran serta orang tua sebagai “guru” dalam lingkungan keluarga. Realita yang cukup banyak kita temui dewasa ini baik di kalangan masyarakat bawah, menengah maupun atas adalah anak “sekedar” diciptakan menjadi anak yang pintar dalam hal pelajaran atau mempunyai skill individu yang baik, sedangkan pendidikan akhlak sepertinya hanya menu selingan saja, atau pendidikan akhlak seperti ikut kegiatan-kegiatan di tempat ibadah tetap mendapat porsi yang besar namun tidak diimbangi dengan teladan dan bimbingan di dalam rumah (lingkungan keluarga). Anak selalu dituntut untuk “pintar” dalam bidang akademik saja, seolah-olah itu adalah sebuah kebanggaan yang luar biasa. Selain itu, anak juga ditambah dengan banyaknya tambahan bermacam-macam kursus di bidang akademik bagi kalangan yang mampu, tentu saja sangat berpotensi membuat si anak menjadi rentan stres. Akibatnya si anak menjadi rapuh apabila suatu saat ternyata tidak memenuhi harapan
Oleh : Kosdara| 5 Juni 2012
KabarIndonesia - Batin kita terkadang dibuat miris dan menangis oleh realitas yang seringkali tersaji di hadapan mata. Banyak tindakan kriminal seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pencurian, penganiayaan, pergaulan bebas, perkelahian antar pelajar,pelecehan sexual,pembunuhan dan lain-lainnya layaknya sebuah rutinitas keseharian, yang justru dilakukan oleh mereka yang masih berstatus sebagai pelajar.
Kalau sudah demikian, lantas apa kabarnya sejumlah silabus dan materi pengajaran yang diajarkan kepada pelajar kita itu ketika semua yang terjadi adalah kontra produktif dengan apa yang diajarkan kepada mereka. Seorang pelajar dari mulai tingkat dasar sampai lanjutan atas tentu mendapatkan sejumlah pengajaran saat mengikuti aktivitas pendidikannya di kelas atau sekolah tempat mereka menuntut ilmu. Sejatinya mereka adalah seorang yang terpelajar atau setidaknya sedang dididik untuk menjadi insan yang terpelajar. Mereka mendapatkan sejumlah pengajaran, mulai dari ilmu pengetahuan, kepribadian, keterampilan bahkan sampai pelajaran tentang norma susila dan moralitas. Namun, semua yang telah diajarkan tidak menunjukkan realitas yang seharusnya justru menunjukkan realitas yang sebaliknya. Para guru mendidik mereka untuk saling tenggang rasa dan sayang menyanyangi antar sesama, namun yang dipraktekkan adalah saling menyakiti dan menciderai satu sama lain lewat tawuran atau tindak kekerasan lainnya. Mereka diajar untuk menjadi insan yang sehat dan berpikir jernih, namun ada dan banyak dari mereka yang gemar mengonsumsi narkoba dan minum-minuman keras yang sudah jelas-jelas merusak fisik dan mental dirinya. Memang pendidikan bukanlah segalanya tapi segalanya berasal dari pendidikan.
Realitas tersebut tentu membuat kita sebagai seorang pendidik jadi bertanya, sejauh mana keberhasilan kita dalam mendidik mereka untuk menjadi individu yang berkualitas dan bernilai bagi negara Indonesia ini?
Pendidikan dewasa ini, disadari atau tidak, diakui atau disangkal telah mengalami distorsi yang sudah berada pada titik pusat yang sangat mengkhawatirkan. Di satu sisi kita telah membuat kurikulum yang menurut pemikiran kita sangat diharapkan memiliki kehandalan dalam peningkatan intelektualitas. Namun di sisi lain, perilaku anak didik kita pada umumnya mengalami hal yang tidak menggembirakan bahkan kontra dari apa yang telah diharapkan. Kita melihat pendidikan atau pelajaran yang diajarkan di sekolah misalnya, tampaknya belum dapat menyentuh titik sentral dari moral, terlebih akhlak siswa. Pasalnya, pendidikan atau pelajaran yang diajarkan kepada mereka hanya sebatas pada nilai dan angka-angka, baik berupa hafalan, sejarah, rumus dan lain sebagainya.
Kurikulum pendidikan yang dirasa cukup berat sehingga membuat anak menjadi stres, juga perlu diperhatikan bahwa pada masa kini anak-anak kurang diberikan pendidikan akhlak yang kuat. Masalah kurikulum sudah pasti menjadi pekerjaan ruman (PR) besar buat pemerintah untuk benar-benar menciptakan formula pendidikan yang tepat buat generasi penerus bangsa tanpa harus kehilangan karakter akhlak yang baik. Sedangkan masalah pendidikan akhlak itu sendiri tidak lepas dari peran serta orang tua sebagai “guru” dalam lingkungan keluarga. Realita yang cukup banyak kita temui dewasa ini baik di kalangan masyarakat bawah, menengah maupun atas adalah anak “sekedar” diciptakan menjadi anak yang pintar dalam hal pelajaran atau mempunyai skill individu yang baik, sedangkan pendidikan akhlak sepertinya hanya menu selingan saja, atau pendidikan akhlak seperti ikut kegiatan-kegiatan di tempat ibadah tetap mendapat porsi yang besar namun tidak diimbangi dengan teladan dan bimbingan di dalam rumah (lingkungan keluarga). Anak selalu dituntut untuk “pintar” dalam bidang akademik saja, seolah-olah itu adalah sebuah kebanggaan yang luar biasa. Selain itu, anak juga ditambah dengan banyaknya tambahan bermacam-macam kursus di bidang akademik bagi kalangan yang mampu, tentu saja sangat berpotensi membuat si anak menjadi rentan stres. Akibatnya si anak menjadi rapuh apabila suatu saat ternyata tidak memenuhi harapan
orang tua. Si anak akan merasa
bersalah dan tidak berguna dan berujung keputusasaan.
Sesungguhnya kita belum terlambat untuk sesegera mungkin merubah arah kebijakan atau metodologi kita atau setidaknya merenovasi segala macam kekurangan yang ada di dalam sistem pendidikan kita. Berikut ini ada tiga hal pokok yang sekiranya menjadi pertimbangan untuk segera diperbaiki:
Sesungguhnya kita belum terlambat untuk sesegera mungkin merubah arah kebijakan atau metodologi kita atau setidaknya merenovasi segala macam kekurangan yang ada di dalam sistem pendidikan kita. Berikut ini ada tiga hal pokok yang sekiranya menjadi pertimbangan untuk segera diperbaiki:
- Meninjau kembali metodologi pengajaran, dari guru yang hanya berceramah menjadi guru yang mengedepankan dialogis (khususnya dalam memecahkan problematika moralitas anak didik).
- Meninjau kembali hakekat keberadaan kita sebagai agent of chance (agen perubahan) termasuk di dalamnya perihal moralitas sehingga anak didik kita memiliki “kebanggaan” terhadap gurunya.
- Mengaktifkan anak didik kita dalam kegiatan keagamaan di sekolah dengan memberikan waktu khusus kepada mereka dalam mengembangkan nilai-nilai moral agama yang dianutnya.
- Menyisipkan nilai asusila dan nilai moralitas pada setiap pelajaran guna untuk memberi tahu kepada siswa bahwa setiap perbuatan pasti ada dampak buruk dan baiknya.
Selain itu juga diperlukannya tim
pengembang kurikulum di sekolah untuk merumuskan kurikulum pendidikan berbasis
akhlakul karimah yang standar kompetensinya adalah siswa memiliki pemahaman dan
pengamalan yang berhasil dalam kehidupan dunia dan akhirat. Kurikulum ini
menitikberatkan akhlak sebagai pondasi dasar siswa dalam belajar. Dengan
demikian, ini akan sangat memudahkan bagi guru dalam menyampaikan materi
pelajaran dan memudahkan siswa dalam memahami dan mengamalkan pelajaran. Guru
akan mengerti bagaimana menjadi seorang guru yang baik, siswa akan belajar
bagaimana belajar yang baik. Dengan akhlak, guru akan mendidik dan mengajar
dengan kasih sayang dan perhatian yang maksimal kepada siswa. Dengan akhlak
yang baik siswa akan menghargai dan menghormati guru, baik di kelas maupun di
luar kelas, tidak ada lagi siswa yang ribut atau tidur di kelas.
Dengan kurikulum pendidikan berbasis akhlakul karimah siswa dibekali dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga segala perilaku siswa baik di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat akan mencerminkan nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan. Dengan diberikan teladan, bimbingan, serta cara bersosialisasi yang baik, maka tentunya anak selain pintar juga akan memilik karakter yang kuat dan tidak mudah jatuh. Hal ini bukan sekedar teori belaka, terbukti dari banyak pengalaman dan pengamatan secara tidak langsung, Anak yang hidup di tengah keluarga yang kuat pendidikan moral dan teladan akhlaknya akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, lebih tahan banting dan lebih dapat menerima realita apabila ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Mungkin ada yang punya pandangan sinis akan hal ini bahwa bukan jaminan sukses anak diberikan pendidikan moral yang baik. Memang benar bukan jaminan si anak akan menjadi sukes, namun perlu diperhatikan bahwa ukuran sukses tidak selamanya bisa dikaitkan dengan sukses materi, namun yang jauh lebih penting adalah sukses dalam hal karakter dan kepribadian yang baik serta memiliki mental yang kuat.
Pendidikan akhlak ini kembali kepada sumber agama masing-masing, dengan pemahaman yang kuat terhadap kaidah masing-masing agama disertai penerapan nilai-nilai luhur masing-masing agama di tengah keluarga akan menciptakan pendidikan akhlak yang kuat.
Setiap mata pelajaran diintegrasikan dengan muatan nilai-nilai agama dan akhlakul yang baik sehingga indikator yang dicapai siswa tidak hanya mampu memahami pelajaran secara kognitif dan psikomotorik, namun sisi afektif juga akan tercapai. Dengan demikian, akan kita temui anak-anak sekolah yang santun, tertib dan taat menjalankan perintah agamanya, sehingga kelak mereka akan menjadi profesional-profesional yang tangguh dengan berbekal keimanan dan pancaran akhlak yang mulia. Akhirnya kita berharap agar masa depan bangsa Indonesia ini akan jauh menjadi lebih baik daripada kondisi sekarang. Amin (*)
http://asetvirtual.com/?aff=engkos-kosdara
Dengan kurikulum pendidikan berbasis akhlakul karimah siswa dibekali dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga segala perilaku siswa baik di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat akan mencerminkan nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan. Dengan diberikan teladan, bimbingan, serta cara bersosialisasi yang baik, maka tentunya anak selain pintar juga akan memilik karakter yang kuat dan tidak mudah jatuh. Hal ini bukan sekedar teori belaka, terbukti dari banyak pengalaman dan pengamatan secara tidak langsung, Anak yang hidup di tengah keluarga yang kuat pendidikan moral dan teladan akhlaknya akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, lebih tahan banting dan lebih dapat menerima realita apabila ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Mungkin ada yang punya pandangan sinis akan hal ini bahwa bukan jaminan sukses anak diberikan pendidikan moral yang baik. Memang benar bukan jaminan si anak akan menjadi sukes, namun perlu diperhatikan bahwa ukuran sukses tidak selamanya bisa dikaitkan dengan sukses materi, namun yang jauh lebih penting adalah sukses dalam hal karakter dan kepribadian yang baik serta memiliki mental yang kuat.
Pendidikan akhlak ini kembali kepada sumber agama masing-masing, dengan pemahaman yang kuat terhadap kaidah masing-masing agama disertai penerapan nilai-nilai luhur masing-masing agama di tengah keluarga akan menciptakan pendidikan akhlak yang kuat.
Setiap mata pelajaran diintegrasikan dengan muatan nilai-nilai agama dan akhlakul yang baik sehingga indikator yang dicapai siswa tidak hanya mampu memahami pelajaran secara kognitif dan psikomotorik, namun sisi afektif juga akan tercapai. Dengan demikian, akan kita temui anak-anak sekolah yang santun, tertib dan taat menjalankan perintah agamanya, sehingga kelak mereka akan menjadi profesional-profesional yang tangguh dengan berbekal keimanan dan pancaran akhlak yang mulia. Akhirnya kita berharap agar masa depan bangsa Indonesia ini akan jauh menjadi lebih baik daripada kondisi sekarang. Amin (*)
http://asetvirtual.com/?aff=engkos-kosdara
Komentar