TEORI-TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
TEORI-TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK SERTA PENERAPANNYA DALAM PAI
- Teori-teori Belajar Psikologi Behavioristik
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian tingkah lakudengan jalan mempelajari latar belakangreinforcement terhadap tingkah laku tersebut.
Obyek psikologi menurut aliran ini ialah: tingkah laku, dan bukannya kesadaran. Karena itu behaviorisme adalah psikologi tingkah laku; dan studinya terbatas mengenai pengamatan serta penulisan tingkah laku.
Aliran behaviorisme kuat berorientasi pada ilmu alam; dan sesuai dengan psikologi asosiasi, ia selalu mencari elemen-elemen tingkah laku yang paling sederhana, yaitu refleks.
Aliran behaviorisme menyatakan, bahwa semua tingkah laku manusia itu bisa ditelusuri asalnya dari bentuk refleks-refleks. Refleks adalah reaksi-reaksi yang tidak disadari terhadap perangsang-perangsang tertentu. Setiap bentuk tingkah laku manusia dapat dijelaskan diluar peristiwa kesadaran. Maka diri manusia disebut sebagai kompleks refleks-refleks, atau sebagai mesin reaksi belaka. Faktor pembawaan tidak mempunyai peranan sama sekali; “pendidikan” yang maha kuasa dalam membentuk diri manusia. Maka manusia itu hanyalah merupakan makhluk kebiasan belaka, karena sang pendidik dengan sesuka hati bisa mampengaruhi refleks-refleks anak-anak didiknya dalam membentuk prilaku dan kebiasaan-kebiasaannya.
- Teori-teori yang Mengawali Perkembangan Psikologi Behavioristik
Di Amerika Serikatpendidikan dan pengajaran didominasi oleh Thorndike (1874-1949). Teori beljar Thorndike disebut “connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering disebut “trial and error learning” individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses trial and error dalam rangka memilih respon yang tepatbagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teori-teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam halitu objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan trial and error, yaitu:
- ada motif pendorong aktivitas
- ada berbagai respon terhadap reksi
- ada eliminasi respon-respon yang gagal
- ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan
- Laf of readines: jika reksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
- Law of exercise: makin banyak dipraktekkan atau diguinakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai “reward”
- Law of effect: bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi dengan “state of affair” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
Jhon B. Watson (1878-1958) adalah orang pertama di Amerika serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat “bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti”.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstrinsik, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa dibarengi stimulus tak bersyarat.
E.R. Guhtrie (1886-1959) memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of association” yang berbunyi: suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali.
- Skinner Operant Conditioning
Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni:
- Respondent: respon yang terjadi karena stimulus khusus
- Operant: respon yang etrjadi karena stiuasi random
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya terhadap arah tujuan behavior.
Jenis-jenis stimulus:
a) Positive reinforcement: penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon.
b) Negative reinforcement: pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon.
c) Hukuman: pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya “contradiction or reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan.
d) Primary reinforcement: stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
e) Secondary or learned reinforcement.
f) Modifikasi tingkah lakuguru: perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat kesenangan mereka.
Penjadwalan reinforcement:
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat. Ada empat cara penjadwalan reinforcement:
1) Fixed ratio schedule; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2) Variable ratio schedule; yang didasarkan atas penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah sejumlah rata-rata respon.
3) Fixed internal schedule; yang didasarkan atas satuan waktu tetep diantara “reifforcements”.
4) Variable interval schedule; pemberian reinforcement menurut respon betul yang pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
- Kecocokan Penerapan Teori Behavioristik dalam PAI
- Koneksionisme
Selain stimulus-respon, teori ini juga sering disebut dengan “trial and error” yang berarti berani mencoba tanpa takut salah. Jadi, dalam belajar PAI siswa diharapkan untuk berani mencoba mempelajari PAI. Sehingga siswa menemukan keberhasilan untuk mencapai tujuan. Umpanya, dalam mata pelajaran PAI siswa diberi beberapa pertanyaan dan siswa juga dituntut untuk dapat menjawabnya tapi dengan teori koneksionisme trial and error siswa diberi kesempatan untuk berani menjawab pertanyaan yang diajukan tanpa rasa takut salah dalam menjawab dan akan tetap terus berusaha sehingga ia dapat menjawab pertanyan tersebut dengan sempurna.
- Operant Conditioning
Dalam situasi belajar PAI, hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement langsung. Hukuman menunjukkan apa yang tidakboleh dilakukan oleh murid. Sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid. Sebagai contoh; murid yang tidak menghafalkan pelajaran Qur’an hadits selalu disuruh berdiri didepan kelasoleh gurunya. Sebaliknya jika ia sudah hafal maka ia disuruh duduk kembali dan dipuji oleh gurunya. Lama-kelamaan anak itu belajar menghafal setiap pelajaran Qur’an hadits.
- Classical Conditioning
- Continguous Conditioning
- Social Learning Theori
Komentar